Jakarta, LOGIC.co.id – Kebijakan pajak di Indonesia kembali menjadi sorotan. Di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi, rakyat kecil justru dihantam dengan kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Ironisnya, di saat yang bersamaan, pemerintah justru memberikan pengampunan pajak bagi para pengemplang pajak kelas kakap.
Kenaikan PPN sebesar 1% menjadi 12% tentu saja memberatkan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Harga-harga kebutuhan pokok melonjak, sementara pendapatan masyarakat belum pulih sepenuhnya. Beban hidup semakin berat, sementara pemerintah seolah tidak memberikan solusi yang konkret.
Di sisi lain, program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II justru diberikan kepada para orang kaya yang sebelumnya menghindari kewajiban perpajakan. Kebijakan ini sontak menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Pasalnya, tax amnesty dianggap sebagai ketidakadilan bagi rakyat kecil yang taat pajak.
“Ini sangat ironis dan mencederai rasa keadilan masyarakat,” ujar Ekonom Indef, Bhima Yudhistira. “Rakyat kecil dipaksa menanggung beban kenaikan PPN, sementara orang kaya yang seharusnya membayar pajak lebih besar malah diberi pengampunan.”
Kebijakan ini juga dikhawatirkan akan menimbulkan moral hazard, di mana masyarakat enggan membayar pajak karena mengharapkan pengampunan di kemudian hari. Jika hal ini terus berlanjut, penerimaan negara dari sektor pajak akan semakin menurun dan berdampak pada pembangunan nasional.
Pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan perpajakan yang ada. Keadilan dan keberpihakan kepada rakyat kecil harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai rakyat kecil terus dibebani, sementara orang kaya diberi karpet merah.