Jakarta, LOGIC.co.id – Pandemi Covid-19 meninggalkan dampak mendalam pada ekonomi masyarakat Indonesia, terutama kelas menengah. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah warga kelas menengah di Indonesia menurun drastis dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024. Penurunan ini menunjukkan sekitar 9,48 juta orang kehilangan status kelas menengah, turun ke kelompok rentan miskin atau kelas menengah rentan.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa efek pandemi tidak hanya mengurangi ketahanan ekonomi kelas menengah tetapi juga meningkatkan kerentanan mereka. “Kami melihat ada scarring effect dari pandemi terhadap daya beli kelas menengah,” ujarnya, Sabtu (7/12/2024).
Namun, pandemi bukan satu-satunya penyebab. Ada sejumlah kebiasaan yang secara tidak sadar menggerus daya beli masyarakat kelas menengah, salah satunya konsumsi air galon dan air kemasan.
Konsumsi Air Galon: Faktor Tak Terduga yang Menguras Kantong
Ekonom senior Bambang Brodjonegoro menyoroti kebiasaan warga Indonesia yang mengandalkan air galon atau air kemasan sebagai salah satu penyebab tersendatnya pertumbuhan ekonomi rumah tangga. Menurutnya, di negara maju, masyarakat tidak perlu membeli air minum karena pemerintah menyediakan fasilitas air bersih secara gratis di ruang-ruang publik.
“Di Indonesia, kebiasaan membeli air galon sudah menjadi gaya hidup, padahal itu perlahan menggerus pendapatan. Sementara di negara maju, mereka mendapatkan air minum secara gratis, menjaga daya beli mereka tetap kuat,” ujar Bambang.
Pandemi, Tingkat Suku Bunga, dan El Nino
Pandemi Covid-19 tetap menjadi penyebab utama penurunan kelas ekonomi. Bambang menjelaskan bahwa banyak warga kelas menengah kehilangan pekerjaan atau mengalami kebangkrutan bisnis selama pandemi.
Namun, saat kondisi mulai pulih, tantangan baru muncul. Tingkat suku bunga yang tinggi, pelemahan nilai tukar rupiah, hingga kenaikan harga beras akibat El Nino semakin menekan daya beli masyarakat. “Kombinasi ini membuat sebagian besar kelas menengah turun ke kelas menengah rentan,” tambahnya.
BPS mencatat bahwa pada 2024, modus pengeluaran kelas menengah adalah Rp 2,05 juta, hanya sedikit di atas batas bawah pengelompokan kelas menengah sebesar Rp 2,04 juta. Hal ini mencerminkan ketidakstabilan ekonomi yang dialami masyarakat.
Faktor Lain: Judi Online Hingga Kebiasaan Konsumtif
Fenomena judi online juga disebut Bambang sebagai penyebab signifikan. Sifat judi yang adiktif membuatnya menguras keuangan dengan cepat. “Banyak orang yang terjerumus dalam judi online, menyebabkan pengeluaran yang tidak terkendali,” ujar Bambang.
Selain itu, kebiasaan konsumtif seperti membeli produk bermerek atau berlangganan layanan hiburan digital juga berkontribusi pada sulitnya masyarakat kelas menengah bertahan di kelompok ekonomi tersebut.
Solusi untuk Bangkit
Untuk membantu kelas menengah bangkit, Bambang menyarankan agar masyarakat lebih cermat dalam mengelola keuangan. Pengelolaan anggaran rumah tangga, mengurangi pengeluaran tidak penting, serta berinvestasi pada aset produktif menjadi langkah penting.
Selain itu, pemerintah perlu berperan dengan menyediakan fasilitas publik seperti air minum gratis dan menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok, termasuk beras.
Dengan langkah tepat, dampak pandemi dan tantangan ekonomi lainnya dapat diminimalkan, sehingga masyarakat kelas menengah tidak terus terpuruk ke dalam kelompok rentan miskin.