LOGIC.co.id – Dalam budaya Indonesia, santet atau ilmu hitam adalah istilah yang sudah lama dikenal dan sering kali menimbulkan ketakutan di masyarakat. Santet dianggap sebagai bentuk praktik ilmu gaib yang digunakan untuk mencelakai seseorang dari jarak jauh. Namun, dengan kemajuan hukum di Indonesia, pertanyaannya adalah: bagaimana hukum Indonesia mengatur kasus-kasus yang berkaitan dengan santet?
Artikel ini akan menjelaskan bagaimana undang-undang di Indonesia mengatur, menangani, dan melihat praktik santet dalam masyarakat.
Apa Itu Santet dan Mengapa Menjadi Topik Hangat?
Santet adalah salah satu jenis ilmu gaib yang dipercaya mampu menyakiti atau bahkan membunuh seseorang tanpa harus menyentuhnya secara langsung. Dalam masyarakat Indonesia, terutama di beberapa daerah, santet dianggap sebagai ancaman nyata dan masih dipercaya kuat. Banyak orang yang mengaitkan penyakit atau kematian misterius dengan ilmu hitam ini.
Namun, meskipun santet banyak dibicarakan, membuktikan bahwa seseorang menggunakan ilmu santet secara hukum adalah tantangan besar. Ini mengakibatkan banyak kebingungan terkait bagaimana hukum Indonesia harus menyikapi isu ini.
Perdebatan tentang Santet dalam Hukum Pidana
Pembahasan tentang bagaimana menangani santet dalam kerangka hukum sudah lama menjadi bahan perdebatan di Indonesia. Hingga saat ini, tidak ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai praktik santet. Beberapa pihak berpendapat bahwa adanya undang-undang yang mengatur santet dapat membantu masyarakat yang menjadi korban santet, sementara pihak lain merasa bahwa sulitnya pembuktian membuat undang-undang semacam itu tidak efektif.
Sebagai contoh, pada tahun 2013, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pernah mencantumkan pasal tentang praktik santet. Dalam draf tersebut, seseorang yang diketahui menawarkan jasa santet atau melakukan santet bisa dijerat hukum. Namun, pembahasan ini menimbulkan kontroversi karena sulitnya bukti konkret dalam kasus santet. Akhirnya, pasal tersebut tidak dimasukkan ke dalam KUHP yang berlaku.
Bagaimana Hukum Indonesia Mengatur Kasus Santet?
Meskipun tidak ada undang-undang khusus tentang santet, beberapa pasal dalam KUHP dapat digunakan untuk menjerat mereka yang diduga melakukan ancaman melalui ilmu gaib. Berikut adalah beberapa pasal yang dapat dikaitkan:
-
Pasal 378 KUHP – Pasal ini mengatur tentang penipuan. Seseorang yang mengaku memiliki kemampuan supranatural untuk memanipulasi keadaan seseorang (seperti menghilangkan santet atau memberikan kekebalan dari santet) bisa dijerat hukum jika terbukti melakukan penipuan.
-
Pasal 335 KUHP – Ini adalah pasal tentang perbuatan tidak menyenangkan yang bisa digunakan apabila seseorang merasa terancam atau tidak nyaman karena ancaman santet.
-
Pasal 29 UU ITE – Dalam beberapa kasus, ancaman santet atau penyebaran informasi yang meresahkan terkait santet dapat disebarkan melalui media sosial. Hal ini bisa dianggap sebagai bentuk intimidasi di dunia maya dan dapat dijerat dengan UU ITE.
-
Pasal Penganiayaan (Pasal 351-358 KUHP) – Jika ancaman atau pengakuan santet menyebabkan luka fisik atau psikis pada korban, pelaku bisa dijerat dengan pasal penganiayaan.
Kasus Santet di Indonesia: Contoh Nyata dari Tantangan Hukum
Kasus yang terkait dengan santet sering terjadi, terutama di daerah-daerah yang masih kental dengan budaya mistis. Di beberapa daerah, warga yang dicurigai sebagai pelaku santet seringkali mendapat perlakuan main hakim sendiri. Beberapa kasus tragis bahkan berakhir dengan korban jiwa akibat masyarakat yang takut dan merasa terancam.
Sebagai contoh, pada beberapa tahun terakhir, di Jawa Timur dan Jawa Barat, ada kasus penganiayaan dan pembakaran yang menimpa warga yang diduga sebagai dukun santet. Kasus-kasus ini menunjukkan betapa kuatnya keyakinan masyarakat terhadap santet, hingga mereka merasa perlu melakukan tindakan main hakim sendiri. Ini menjadi perhatian bagi penegak hukum untuk lebih aktif memberikan edukasi pada masyarakat tentang pentingnya mengandalkan hukum, bukan kekerasan.
Apakah Indonesia Memerlukan Undang-Undang Santet?
Pertanyaan apakah Indonesia membutuhkan undang-undang khusus yang mengatur santet masih menjadi perdebatan. Di satu sisi, adanya regulasi yang tegas mungkin dapat membantu masyarakat yang menjadi korban atau merasa terancam oleh praktik ilmu hitam. Di sisi lain, sulitnya pembuktian membuat undang-undang semacam ini rentan terhadap penyalahgunaan dan kesalahan penanganan.
Pihak yang pro terhadap undang-undang santet berpendapat bahwa meskipun sulit dibuktikan, kasus-kasus yang berhubungan dengan santet perlu ditangani oleh hukum, bukan oleh masyarakat dengan cara main hakim sendiri. Sementara itu, pihak yang menolak merasa bahwa pembuktian secara ilmiah terhadap santet adalah hal yang hampir mustahil, dan menyusun undang-undang tanpa dasar bukti konkret dapat menimbulkan kasus fitnah yang merugikan banyak pihak.
Kesimpulan: Perlunya Edukasi dan Pendekatan Bijak
Santet adalah fenomena budaya yang tidak dapat diabaikan begitu saja di Indonesia. Meskipun sulit dibuktikan secara ilmiah, dampaknya pada kehidupan sosial masyarakat sangat nyata. Hingga saat ini, pemerintah lebih mengutamakan pendekatan edukatif kepada masyarakat agar mereka tidak terjebak dalam tindakan main hakim sendiri.
Dalam jangka panjang, mungkin perlu ada kebijakan yang lebih bijaksana, baik dari segi hukum maupun edukasi, untuk mengatasi fenomena santet tanpa menimbulkan kesalahpahaman atau kesalahan penanganan. Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya penyelesaian masalah melalui hukum dan bukan dengan kekerasan dapat menjadi langkah pertama yang penting.