Jakarta, LOGIC.co.id – Kasus dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara (WN) Malaysia oleh 18 anggota kepolisian di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) menjadi sorotan publik. Kini, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) didesak untuk menindak para pelaku secara hukum pidana, selain melalui sidang etik.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, menyatakan pihaknya terus memantau proses penanganan kasus ini. Ia mendorong Mabes Polri untuk memastikan ada tindak lanjut pidana terhadap pelaku yang diduga menyalahgunakan wewenang mereka.
“Kami menunggu hingga pemeriksaan pidana ini dipastikan. Kalau memang ada unsur pidana, maka seharusnya ada penetapan tersangka,” kata Anam saat dihubungi logic.co.id, Rabu (25/12/2024).
Sidang Etik Jadi Langkah Awal
Kasus ini saat ini ditangani Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri. Divpropam sedang mengumpulkan bukti terkait dugaan pelanggaran prosedur dalam aksi pemerasan tersebut. Hingga kini, 18 personel tersebut baru berstatus sebagai terduga pelanggar.
“Sidang etik terhadap 18 personel ini dijadwalkan berlangsung pekan depan. Kami berharap hasilnya dapat menjadi dasar untuk melanjutkan kasus ini ke ranah pidana,” imbuh Anam.
Fakta Baru: Korban dan Barang Bukti
Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Abdul Karim, mengungkapkan hasil pemeriksaan terbaru terkait kasus ini. Pemerasan dilaporkan dilakukan terhadap 45 WN Malaysia, dengan nilai barang bukti uang sebesar Rp 2,5 miliar. Angka ini berbeda jauh dari rumor di media sosial yang menyebutkan 400 korban dengan kerugian mencapai Rp 32 miliar.
“Hasil investigasi scientific kami menunjukkan bahwa jumlah korban dan kerugian jauh lebih kecil dari narasi yang beredar,” jelas Karim dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa (24/12/2024).
Motif Pemerasan Masih Didalami
Hingga saat ini, motif di balik aksi pemerasan oleh 18 personel Polri tersebut masih menjadi tanda tanya. Menariknya, para pelaku diketahui berasal dari berbagai satuan kerja, mulai dari tingkat polsek hingga polda.
“Ini melibatkan personel dari beberapa satuan kerja. Jadi tidak bisa disimpulkan secara sepihak, kami masih terus mendalami,” tambah Karim.
Proses hukum kasus ini terkendala oleh jadwal yang padat, termasuk libur Natal dan Tahun Baru 2025. Kendati demikian, Polri menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan sidang etik sebagai langkah awal sebelum melangkah ke tahap pidana.