Surabaya, LOGIC.co.id – Putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur menuai kritik tajam. Kuasa hukum korban, Dimas Yemahura, menilai hukuman tersebut tidak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan terhadap korban, Dini Sera Afriyanti. Menurutnya, pengadilan telah mengabaikan fakta bahwa tindakan Tannur telah mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
“Kami sangat prihatin. Hukuman 5 tahun untuk seorang pelaku pembunuhan sangatlah ringan. Kami mempertanyakan alasan hakim dalam kasus ini,” ujar Dimas pada Kamis (24/10/2024).
Tidak hanya itu, Dimas juga mengindikasikan adanya kemungkinan gratifikasi terkait putusan kasasi yang dikeluarkan oleh majelis hakim. “Apakah ada gratifikasi dalam proses ini, seperti yang pernah terjadi di Surabaya? Kami akan segera melaporkan kasus ini,” tambahnya.
Putusan MA Membatalkan Vonis Bebas
Mahkamah Agung sebelumnya telah membatalkan vonis bebas yang diberikan oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dalam keputusan kasasi, hakim memvonis Tannur dengan hukuman penjara 5 tahun, yang dianggap melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP.
Putusan ini mematahkan vonis sebelumnya yang menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap kekasihnya. Kasus ini memicu reaksi keras dari publik karena vonis ringan yang tidak sebanding dengan dakwaan.
“Amar putusan kasasi menyatakan terbukti melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP dengan pidana 5 tahun penjara,” bunyi putusan MA yang dipublikasikan pada Rabu (23/10/2024).
Tersangka Gratifikasi: Hakim dan Kuasa Hukum Ditangkap Kejaksaan Agung
Di tengah sorotan terhadap vonis ringan, Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim dari PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo, bersama kuasa hukum Tannur, Lisa Rachmat. Keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait penanganan perkara ini.
Dalam penangkapan itu, tim Kejaksaan Agung menyita puluhan miliar rupiah sebagai barang bukti. Dugaan gratifikasi ini menambah kompleksitas kasus yang melibatkan anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur, tersebut.
Kasus ini tidak hanya menyoroti ringannya hukuman yang diberikan, tetapi juga menguak potensi praktik kotor di balik meja hijau yang melibatkan para penegak hukum.
Baca Juga: Dugaan Makelar Kasus di Mahkamah Agung, Nyaris Rp 1 Triliun Ditemukan Disimpan di Rumah