Jakarta, LOGIC.co.id – Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan akan mengumumkan kebijakan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) besok, Senin, 16 Desember 2024. Rapat penting ini akan melibatkan sejumlah menteri, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani.
Selain kebijakan PPN, agenda rapat juga akan mencakup pengumuman sejumlah kebijakan perekonomian lainnya. “Landasan hukum yang akan digunakan meliputi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan,” ungkap Airlangga pada Minggu (15/12/2024).
PPN dan Tarif Baru
Airlangga menyebut, kebijakan tarif PPN kemungkinan besar akan mengarah pada kenaikan yang telah direncanakan sebelumnya. Meski begitu, ia memastikan bahwa bahan pokok utama tetap dikecualikan dari PPN.
“Iya, nanti ada tarif tertentu. Yang penting kan bahan pokok penting itu tidak kena PPN,” ujarnya.
Sinyal kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada Januari 2025 sudah diberikan sebelumnya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ia menegaskan bahwa rencana ini sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sudah ada UU-nya. Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan dengan penjelasan yang baik. Kebijakan ini bukan langkah membabi buta, tetapi APBN harus dijaga kesehatannya,” tegas Sri Mulyani.
Sosialisasi Kepada Masyarakat
Sri Mulyani juga menekankan pentingnya komunikasi yang baik kepada masyarakat terkait kenaikan tarif PPN ini. Pemerintah berjanji menjelaskan secara rinci latar belakang kebijakan tersebut, termasuk manfaatnya bagi stabilitas keuangan negara.
“Kenaikan PPN ini bertujuan untuk memastikan keuangan negara tetap sehat di tengah berbagai tantangan ekonomi global dan domestik,” tambahnya.
Implikasi Kebijakan PPN
Jika tarif PPN resmi dinaikkan menjadi 12% pada Januari 2025, ini akan menjadi langkah strategis untuk mendukung keberlanjutan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak memberatkan masyarakat, khususnya pada sektor kebutuhan pokok dan barang esensial.
Kebijakan ini juga diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara, memperkuat daya saing ekonomi, dan mendukung agenda pembangunan nasional.