AS Tempatkan Rudal Typhon di Filipina: Ketegangan di Indo-Pasifik Meningkat

FILE - Gambar sistem rudal Typhon terlihat di Bandara Internasional Laoag, Filipina, 26 April 2024, dalam citra satelit. (2024 Planet Labs Inc./Reuters)

Jakarta, LOGIC.co.idAmerika Serikat (AS) kembali menunjukkan langkah strategisnya di kawasan Asia Tenggara dengan menempatkan sistem rudal jarak menengah Typhon di Filipina. Langkah ini dinilai memperkuat kerja sama militer kedua negara sekaligus menambah tekanan dalam sengketa Laut Cina Selatan yang melibatkan China.

Mayor Jenderal Marcus Evans, Komandan Divisi Infanteri ke-25 di Hawaii, dalam wawancara di Manila menyebutkan bahwa keberadaan rudal ini merupakan bagian penting dari strategi AS di kawasan Indo-Pasifik. Typhon memungkinkan pasukan AS dan Filipina untuk melatih penggunaan senjata berat serta meningkatkan kesiapan menghadapi tantangan militer di wilayah tersebut.

Typhon: Teknologi dan Fungsinya

Sistem rudal Typhon dikenal mampu menembakkan Rudal Standar-6 (SM-6) untuk jarak menengah dan Rudal Serang Darat Tomahawk. Dalam latihan gabungan yang direncanakan pada April mendatang, Typhon akan memainkan peran penting untuk mengintegrasikan teknologi canggih ini ke dalam strategi militer Filipina.

Menurut Jenderal Evans, lingkungan kepulauan di Filipina memberikan tantangan unik yang berbeda dari lokasi latihan lainnya. “Keberadaan Typhon memberikan kesempatan untuk memahami bagaimana teknologi ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam situasi operasional nyata,” ujar Evans.

Baca Juga:  Konsumsi Junk Food Setiap Hari, Bocah 12 Tahun Alami Kebutaan

Kerja Sama AS-Filipina dan Kontroversi dengan China

Penempatan sistem ini menjadi bagian dari Perjanjian Kerja Sama Pertahanan Ditingkatkan (EDCA) yang ditandatangani pada 2014. EDCA memungkinkan AS menggunakan sejumlah pangkalan militer di Filipina secara bergiliran, termasuk untuk latihan militer skala besar seperti Salaknib.

Meskipun awalnya dijadwalkan sementara, sistem Typhon dipastikan tetap berada di Filipina tanpa batas waktu, menanggapi permintaan Jenderal Romeo Brawner Jr., panglima militer Filipina. Langkah ini mendapat kritik keras dari China, yang menyebutnya sebagai ancaman terhadap stabilitas kawasan. Menteri Luar Negeri China Wang Yi memperingatkan bahwa keberadaan rudal ini dapat meningkatkan ketegangan di Laut Cina Selatan.

Latihan Salaknib dan Masa Depan Kerja Sama Militer

Latihan gabungan Salaknib tahun depan diprediksi menjadi salah satu yang terbesar antara AS dan Filipina, dengan fokus pada peningkatan kesiapan tempur. Teknologi baru seperti Typhon akan digunakan untuk menguji efisiensi operasional dan integrasi dalam skenario perang modern.

Baca Juga:  Prabowo Tegas di Hadapan Bos AS: Investasi Aman Tanpa Korupsi!

Evans mengungkapkan bahwa latihan ini dirancang untuk lebih kompleks dibandingkan tahun sebelumnya. “Kami akan membawa lebih banyak peralatan baru yang belum tersedia tahun lalu. Latihan ini bertujuan meningkatkan sinergi antara pasukan AS dan Filipina,” katanya.

Respon dan Dampak Geopolitik

Keputusan ini semakin menegaskan peran Filipina sebagai mitra strategis AS di kawasan Indo-Pasifik. Di sisi lain, China, yang terlibat sengketa teritorial dengan Filipina, melihat langkah ini sebagai ancaman. Dalam beberapa tahun terakhir, Laut Cina Selatan menjadi pusat ketegangan geopolitik yang melibatkan kekuatan besar, dengan klaim wilayah tumpang tindih sering memicu bentrokan.

Filipina, melalui kebijakan militernya, mencoba memperkuat posisi di kawasan dengan mendekatkan diri ke AS. Namun, situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan kekuatan di Asia Tenggara dan bagaimana negara-negara lain akan merespon perubahan dinamika geopolitik ini.