Jakarta, LOGIC.co.id – Perekonomian Indonesia tengah menghadapi tekanan berat setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menyentuh titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Pada perdagangan Selasa (8/4/2025), IHSG ditutup melemah hingga 7,9 persen, menjadi salah satu penurunan harian terbesar sejak awal tahun. Sementara itu, rupiah sempat menyentuh Rp 17.217 per dolar AS pada Senin (7/4/2025), sebelum menguat tipis ke Rp 16.865 keesokan harinya.
Dalam laporan Bloomberg, rupiah disebut sebagai mata uang dengan kinerja terburuk di Asia, mencatat pelemahan sebesar 2,8 persen terhadap dolar AS hanya dalam satu hari.
Prediksi Rupiah Terus Melemah
Ahli strategi valas dari MUFG, Lloyd Chan, memprediksi bahwa rupiah dapat terus tertekan dan berpotensi menyentuh kisaran Rp 17.100 dalam beberapa bulan ke depan, jika sentimen pasar global tetap negatif.
“Jika tekanan dari kebijakan perdagangan global terus berlanjut, rekor terendah nilai tukar rupiah mungkin akan terpecahkan,” ujar Chan.
Al Jazeera: Rupiah Jadi Alarm Bahaya Ekonomi Indonesia
Media internasional Al Jazeera turut menyoroti kemerosotan nilai tukar rupiah dalam artikel berjudul: “Mengapa merosotnya nilai tukar rupiah menjadi alarm bagi perekonomian Indonesia yang bernilai 1,4 triliun dolar AS?”
Dalam artikelnya, Al Jazeera menuliskan bahwa kejatuhan rupiah mengingatkan pada krisis moneter Asia 1997-1998, di mana perekonomian Indonesia sempat terguncang hebat dan menyebabkan pergantian rezim.
“Kemerosotan ini terjadi di tengah kekhawatiran atas kepemimpinan mantan jenderal yang kini memimpin Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara,” tulis Al Jazeera.
Dampak Psikologis & Memori Krisis
Penurunan tajam rupiah memicu kekhawatiran di masyarakat. Profesor Hal Hill dari Australian National University (ANU) menilai, anjloknya rupiah ke angka 16.850–17.217 membawa beban emosional bagi publik, mengingatkan pada memori masa krisis 1998.
“Jika rupiah Indonesia jatuh cukup dalam, publik mulai panik dan mengira ini adalah pengulangan krisis besar sebelumnya,” ujar Hill.
Apa Penyebabnya?
Menurut Al Jazeera, pelemahan rupiah dipicu oleh kombinasi beberapa faktor seperti:
- Ketidakpastian politik
- Inflasi dan tekanan ekonomi global
- Ketidakseimbangan neraca perdagangan
- Spekulasi investor
- Kebijakan domestik yang dinilai kontroversial
Beberapa kebijakan Presiden Indonesia saat ini turut disorot media internasional. Di antaranya:
- Program makan siang gratis senilai 30 miliar dolar AS
- Upaya melemahkan independensi bank sentral
- Pembatasan terhadap perusahaan asing seperti Apple
- Pembentukan dana kekayaan negara (Danantara) dengan anggaran 20 miliar dolar AS
- Dorongan militerisasi sipil, yaitu memberi peluang lebih besar kepada anggota militer untuk menduduki jabatan sipil
Menurut Achmad Sukarsono, analis dari firma konsultan Control Risks yang berbasis di Singapura, semua langkah tersebut membuat investor ragu.
“Situasi ini mencerminkan tingkat kepercayaan investor terhadap arah kebijakan ekonomi Indonesia,” ungkapnya kepada Al Jazeera.
Meski kondisi saat ini belum bisa disamakan dengan krisis 1998, banyak pihak menilai bahwa penurunan nilai tukar rupiah dan IHSG merupakan sinyal serius yang tidak bisa diabaikan. Pemerintah diharapkan segera merespons dengan kebijakan yang mampu memulihkan kepercayaan pasar, baik dalam negeri maupun internasional.