Garut, LOGIC.co.id – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) resmi menonaktifkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) milik dokter kandungan di Kabupaten Garut yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasien ibu hamil saat pemeriksaan USG. Keputusan ini diambil setelah video dugaan pelecehan tersebut viral di media sosial X pada Selasa (15/4/2025).
Video Viral Tampilkan Dugaan Pelecehan saat Pemeriksaan USG
Dalam video yang beredar luas, tampak dokter kandungan pria melakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien ibu hamil di ruangan yang hanya berdua tanpa didampingi perawat wanita. Salah satu tangan dokter terlihat mengoperasikan alat USG (transduser), sementara tangan lainnya diduga menyentuh bagian dada pasien. Gerakan tangan pasien tampak menunjukkan rasa tidak nyaman.
Warganet pun ramai mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk pelecehan seksual. Salah satu akun bahkan mengunggah identitas dokter yang diduga pelaku, yaitu Muhammad Syafril Firdaus, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.
Kemenkes: STR Dinonaktifkan, Investigasi Masih Berlangsung
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
“Untuk saat ini, Kemenkes sudah berkoordinasi dengan KKI untuk menonaktifkan sementara STR-nya sambil menunggu investigasi lebih lanjut,” ujar Aji.
STR adalah Surat Tanda Registrasi yang menjadi syarat utama bagi seorang dokter untuk menjalankan praktik medis secara legal.
Aji juga berjanji akan memberikan informasi lanjutan kepada publik jika ada perkembangan dalam kasus ini.
Kadinkes Garut: Kasus Terjadi Setahun Lalu dan Sudah Selesai Kekeluargaan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Leli Yuliani, membenarkan bahwa kasus ini terjadi di wilayahnya, namun mengklaim bahwa insiden tersebut sebenarnya terjadi sekitar satu tahun yang lalu.
“Kalau tidak salah, itu sekitar satu tahun yang lalu ketika yang bersangkutan sedang praktik di Garut,” jelas Leli.
Leli juga menyebut bahwa penyelesaian telah dilakukan secara kekeluargaan, melibatkan aparat penegak hukum (APH) dan dokter bersangkutan sejak akhir 2024. Ia memastikan dokter tersebut bukan ASN, meskipun pernah praktik di rumah sakit pemerintah, swasta, serta klinik di wilayah Garut.
Selain itu, saat ini nama dokter tersebut sudah tidak tercatat dalam sistem resmi Dinkes Garut, khususnya dalam Sistem Informasi Sumber Daya Kesehatan.
Desakan Masyarakat dan Pemerhati Profesi
Kasus ini memicu reaksi keras dari publik dan tokoh masyarakat, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang sebelumnya mendesak IDI segera mencabut izin praktik dokter tersebut, serta mendorong penegakan hukum yang tidak bertele-tele.