Kenapa Budaya Indonesia Sering “Dicuri” oleh Malaysia?

Ilustrasi ragam budaya Indonesia (Foto: batiksimonet.id)

LOGIC.co.id – Hubungan Indonesia dan Malaysia, meskipun erat sebagai negara serumpun, sering kali diwarnai polemik terkait klaim budaya. Isu ini kerap memicu perdebatan sengit di masyarakat, terutama ketika muncul tuduhan bahwa Malaysia “mencuri” budaya asli Indonesia. Meski kedua negara memiliki sejarah dan akar budaya yang saling beririsan, sengketa ini tetap menjadi sorotan publik dan memunculkan berbagai pertanyaan: mengapa hal ini terus terjadi?

Dari sudut pandang sejarah dan kedekatan geografis, budaya kedua negara memang memiliki banyak kesamaan. Namun, perbedaan pandangan tentang kepemilikan warisan budaya sering kali memunculkan kontroversi. Berikut ini adalah alasan-alasan di balik munculnya isu ini, sekaligus daftar beberapa budaya Indonesia yang pernah diklaim oleh Malaysia.

1. Faktor Sejarah dan Kedekatan Budaya

Indonesia dan Malaysia berbagi warisan budaya yang berasal dari nenek moyang yang sama, yaitu bangsa Melayu. Wilayah Nusantara dahulu tidak dibatasi oleh garis perbatasan seperti sekarang, sehingga tradisi, seni, dan adat-istiadat sering kali menyebar ke berbagai wilayah. Akibatnya, banyak budaya Indonesia yang juga dipraktikkan oleh masyarakat Malaysia.

Misalnya, wayang kulit yang terkenal di Jawa juga dimainkan di Kelantan, Malaysia, dengan adaptasi lokal. Meski mirip, interpretasi seni ini bisa berbeda tergantung wilayah. Kedekatan historis ini sering membuat klaim budaya menjadi abu-abu, sehingga memunculkan perdebatan tentang asal-muasal budaya tersebut.

2. Kurangnya Dokumentasi dan Pengakuan Resmi

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat melimpah, namun upaya untuk mendokumentasikan dan mendaftarkan budaya tersebut sering kali tertinggal. Berbeda dengan Malaysia yang secara aktif mendaftarkan budaya ke UNESCO, Indonesia sering terkesan lambat sehingga berisiko kehilangan pengakuan internasional.

Contohnya adalah Tari Pendet dari Bali, yang sempat digunakan dalam iklan pariwisata Malaysia. Meskipun akhirnya diakui bahwa tarian tersebut berasal dari Indonesia, kasus ini menunjukkan pentingnya pengelolaan budaya secara strategis.

3. Strategi Promosi Pariwisata Malaysia

Malaysia dikenal gencar mempromosikan pariwisatanya dengan tagline seperti “Malaysia, Truly Asia”. Dalam promosi tersebut, mereka sering menampilkan elemen budaya yang juga dimiliki oleh Indonesia, seperti batik, angklung, atau rendang. Hal ini membuat masyarakat Indonesia merasa bahwa budaya mereka โ€œdicuriโ€ dan dipromosikan sebagai milik negara lain.

Postingan resmi dari akun X, Malaysia Truly Asia @TourismMalaysia

Dari postingan terbaru akun X, Malaysia Truly Asia (@TourismMalaysia), yang tim LOGIC.co.id temui, terlihat jelas adanya kemiripan yang mencolok dengan budaya asli milik Indonesia.

Budaya Indonesia yang Pernah Diklaim oleh Malaysia

Berikut beberapa budaya yang menjadi polemik:

1. Batik

Batik (Foto: jalurrempah.kemdikbud.go.id)

Meski batik diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia pada 2009, sebelumnya Malaysia pernah mengklaim bahwa batik adalah bagian dari budaya Melayu.

2. Reog Ponorogo

Reog Ponorogo (Dok: kemenparekraf.go.id)

Tarian tradisional khas Ponorogo, Jawa Timur, ini sempat diiklankan sebagai budaya Malaysia, memicu protes keras dari masyarakat Indonesia.

3. Angklung

Angklung (Dok: id.wikipedia.org)

Instrumen musik tradisional ini juga sempat dipromosikan Malaysia sebagai bagian dari warisan budayanya. Namun, UNESCO telah menetapkan angklung sebagai warisan budaya Indonesia pada 2010.

4. Rendang

Rendang (Foto: elmundoeats.com)

Makanan khas Minangkabau ini juga menjadi perdebatan, terutama setelah Malaysia mempromosikan rendang sebagai salah satu menu nasionalnya.

5. Tari Pendet

Tari Pendet (Dok: id.wikipedia.org)

Tarian Bali ini pernah muncul dalam video promosi pariwisata Malaysia pada 2009, meski akhirnya Malaysia mengakuinya sebagai budaya Indonesia.

6. Lagu Rasa Sayange

Lagu Rasa Sayange (Dok: id.wikipedia.org)

Lagu daerah yang berasal dari Maluku ini pernah digunakan dalam kampanye pariwisata Malaysia, memicu klaim bahwa lagu tersebut adalah milik mereka.

7. Wayang Kulit

Seniman Wayang Kulit (Dok: kemenparekraf.go.id)

Meski identik dengan budaya Jawa, wayang kulit juga diakui di beberapa bagian Malaysia. Namun, seni pertunjukan ini telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia.

Bagaimana Cara Mengatasi Polemik Ini?

  1. Dokumentasi dan Sertifikasi Budaya
    Pemerintah Indonesia harus lebih aktif mendokumentasikan budaya lokal dan mendaftarkannya ke UNESCO atau lembaga internasional lainnya untuk mendapatkan pengakuan resmi.

  2. Peningkatan Edukasi dan Promosi
    Edukasi tentang kekayaan budaya Indonesia perlu diperkuat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sehingga dunia tahu asal-muasal budaya tersebut.

  3. Kerjasama Antarnegara
    Alih-alih berseteru, Indonesia dan Malaysia dapat bekerja sama untuk mempromosikan budaya Melayu secara kolektif dengan tetap mengakui asal-usulnya.

  4. Partisipasi Masyarakat
    Masyarakat juga berperan penting dengan mendukung pelestarian budaya, seperti menggunakan batik atau memainkan angklung di acara internasional.

Kesimpulan

Polemik soal klaim budaya antara Indonesia dan Malaysia sering terjadi karena faktor sejarah, promosi pariwisata, dan kurangnya pengakuan internasional. Namun, dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat mempertahankan dan mempromosikan kekayaan budayanya di tingkat global. Polemik ini seharusnya menjadi pelajaran untuk lebih menghargai, melindungi, dan melestarikan warisan budaya yang dimiliki.