Jakarta, LOGIC.co.id – Wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan kembali mencuat. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa kenaikan ini tak terhindarkan akibat inflasi di sektor kesehatan yang mencapai 15 persen per tahun.
Namun, masyarakat miskin tak perlu khawatir. Menkes memastikan mereka tetap menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan mendapat jaminan layanan kesehatan secara gratis.
“BPJS terakhir kali menaikkan tarif pada 2020, sementara biaya kesehatan naik 15 persen tiap tahun. Mustahil mempertahankan tarif lama dengan kenaikan sebesar itu,” ujar Menkes Budi dalam rapat kerja bersama DPR RI Komisi IX, Selasa (11/2/2025).
Masyarakat Miskin Tetap Dijamin BPJS
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020, iuran BPJS untuk peserta kategori PBI yang ditanggung pemerintah saat ini sebesar Rp 42 ribu per bulan. Menkes menegaskan, jika kenaikan iuran diberlakukan pada 2026, skema PBI tetap berjalan sehingga masyarakat miskin tidak terdampak.
“Kalau iuran naik, kita harus adil. Yang miskin tetap dicover 100 persen oleh PBI. Artinya, beban kenaikan ditanggung pemerintah, karena tugas pemerintah adalah menjamin layanan kesehatan,” tegasnya.
Tantangan: Data Penerima PBI Harus Akurat
Salah satu tantangan dalam skema PBI adalah memastikan bantuan tepat sasaran. Menkes Budi mengungkapkan bahwa masih ditemukan peserta BPJS yang tergolong mampu tetapi tetap menerima manfaat PBI.
Untuk mengatasi hal ini, ia mengusulkan agar data penerima PBI dicocokkan dengan data transaksi perbankan dan tagihan listrik agar lebih akurat.
“Saya minta BPJS dan DJSN memperbaiki data dengan metode cross-check menggunakan data listrik dan perbankan, karena dua sumber ini memiliki kualitas data yang paling baik,” ujarnya.
Dengan wacana kenaikan iuran ini, masyarakat diharapkan tetap mendapatkan layanan kesehatan yang optimal, sementara pemerintah berupaya memastikan subsidi hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak.