WASHINGTON DC, LOGIC.co.id – Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dengan dukungan kuat dari penasihatnya Elon Musk, melanjutkan reformasi birokrasi federal dengan langkah ekstrem. Pada Jumat (14/2/2025), pemerintahan Trump secara resmi memberhentikan lebih dari 9.500 pegawai negeri dari berbagai instansi pemerintah.
Pemecatan massal ini menyasar pegawai di Departemen Dalam Negeri, Energi, Urusan Veteran, Pertanian, serta Kesehatan dan Layanan Masyarakat. Sebagian besar dari mereka yang terkena dampak adalah pegawai percobaan dalam tahun pertama kerja—kelompok dengan perlindungan hukum yang lebih minim.
Alasan di Balik PHK Massal
Menurut laporan Reuters, kebijakan ini merupakan bagian dari program efisiensi anggaran yang dicanangkan sejak awal periode kedua pemerintahan Trump. Sebelum pemecatan ini, sekitar 75.000 pegawai telah ditawari pesangon untuk mengundurkan diri secara sukarela.
Dalam pernyataannya, Trump menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk mengurangi pemborosan anggaran dan menekan utang nasional yang telah mencapai 36 triliun dolar AS (Rp 584,9 kuadriliun), dengan defisit anggaran tahunan sebesar 1,8 triliun dolar AS (Rp 29,24 kuadriliun).
“Pemerintah federal terlalu gemuk dan penuh dengan pemborosan. Kita tidak bisa terus membiarkan pajak rakyat terbuang untuk birokrasi yang tidak efisien,” tegas Trump dalam pidatonya di Gedung Putih.
Namun, kebijakan ini menuai kritik keras dari Partai Demokrat, yang menilai langkah Trump melanggar kewenangan legislatif dalam pengelolaan anggaran federal. Meski Partai Republik mendominasi Senat dan DPR, kebijakan ini tetap memicu perdebatan sengit di Washington.
Dampak PHK Massal terhadap Layanan Publik
Pemangkasan besar-besaran ini memicu kekhawatiran mengenai terganggunya layanan publik. Menurut laporan Reuters, beberapa lembaga terkena dampak signifikan, termasuk:
- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC): Setengah dari pegawai percobaan diberhentikan.
- Dinas Kehutanan AS: 3.400 pegawai diberhentikan, menghambat upaya mitigasi kebakaran hutan.
- Dinas Taman Nasional: 1.000 pegawai kehilangan pekerjaan, berisiko mengganggu operasional taman-taman nasional.
- Internal Revenue Service (IRS): Ribuan pegawai sedang bersiap diberhentikan, yang berpotensi menghambat pengolahan pajak jelang tenggat 15 April.
Beberapa pakar kebijakan publik memperingatkan bahwa pemangkasan ini dapat berdampak buruk terhadap respons krisis, khususnya di tengah ancaman kebakaran hutan dan bencana alam lainnya.
Elon Musk: Arsitek di Balik Pemecatan Massal?
Salah satu sosok kunci dalam kebijakan ini adalah Elon Musk, yang semakin berpengaruh dalam pemerintahan Trump. Musk disebut menjadi salah satu penasihat utama dalam reformasi birokrasi ini.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, membandingkan langkah ini dengan pendekatan bisnis Musk yang terkenal tegas dalam merampingkan operasional perusahaan.
“Elon dan timnya memperlakukan birokrasi ini seperti startup: audit keuangan, pemangkasan beban kerja, dan optimalisasi kinerja,” ujar Bessent dalam wawancara dengan Fox Business Network.
Namun, beberapa analis menilai pendekatan Musk terlalu berbasis ideologi dan kurang mempertimbangkan aspek sosial serta dampak jangka panjang terhadap layanan publik. Mereka mengkritik bahwa tim Musk yang bertanggung jawab atas reformasi ini terdiri dari insinyur muda dengan pengalaman minim dalam pemerintahan.
Akankah Reformasi Trump Berhasil atau Justru Merusak?
Keputusan Trump dan Musk untuk memangkas birokrasi federal memicu perdebatan tajam. Di satu sisi, para pendukungnya memuji langkah ini sebagai cara efektif menghemat anggaran dan mengurangi birokrasi berlebihan.
Namun, di sisi lain, banyak yang khawatir bahwa pengurangan pegawai dalam skala besar justru akan menghambat operasional pemerintah, memperlambat layanan publik, dan menimbulkan dampak sosial yang serius.
Dengan pemecatan ini, publik kini menanti apakah strategi efisiensi ala Trump dan Musk benar-benar akan memberikan manfaat, atau justru memperburuk situasi ekonomi dan sosial AS.