Iklan - Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Sejarah Marga Nababan: Jejak Leluhur Batak Toba dari Tipang

Sejarah Marga Nababan
Kolase sejarah Marga Nababan (Foto: LOGIC.co.id)

LOGIC.co.idMarga Nababan adalah salah satu marga terkemuka dalam suku Batak Toba, yang memiliki sejarah panjang dan kaya akan nilai budaya. Berasal dari Tipang, Baktiraja, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, marga ini telah menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia bahkan hingga mancanegara. Artikel ini akan mengupas tuntas asal-usul, silsilah, tradisi, dan perjalanan Marga Nababan yang menarik untuk disimak, terutama bagi generasi muda yang ingin mengenal leluhur mereka.

Asal-Usul Marga Nababan: Keturunan Toga Sihombing

Marga Nababan berasal dari keturunan Raja Batak, tepatnya melalui garis keturunan Si Raja Sumba. Si Raja Sumba memiliki anak bernama Toga Sihombing, yang kemudian menjadi leluhur dari beberapa marga, termasuk Nababan. Toga Sihombing memiliki empat anak laki-laki, yang masing-masing menjadi cikal bakal marga baru: Borsak Jungjungan (Silaban), Borsak Sirumonggur (Lumbantoruan), Borsak Mangatasi (Nababan), dan Borsak Bimbinan (Hutasoit). Dengan demikian, Nababan adalah anak ketiga dari Toga Sihombing, yang lahir dan tinggal di Tipang, dekat Muara, Tapanuli Utara.

Advertisement

Menurut sejarah, Toga Sihombing awalnya bermukim di Pulau Samosir. Namun, karena wilayah tersebut dianggap terlalu sempit dan kurang subur, ia bersama keempat anaknya memutuskan untuk merantau ke seberang Danau Toba, tepatnya ke Tipang. Dari sinilah Marga Nababan mulai berkembang dan menyebar ke wilayah dataran tinggi Humbang, khususnya di daerah seperti Siborong-borong, Hitetano, dan sekitarnya.

Ada versi lain yang menyebutkan bahwa Nababan, bersama keturunan Sihombing lainnya (Silaban, Lumbantoruan, dan Hutasoit), bersaudara dengan keturunan Toga Simamora, yaitu Purba, Manalu, dan Simamora Debataraja. Mereka disebut sebagai “Pitu Saina” (Tujuh Satu Ibu) karena memiliki ibu yang sama, yaitu Siboru Panggabean boru Lontung. Hubungan kekerabatan ini menunjukkan betapa eratnya ikatan antar-marga dalam budaya Batak.

Tipang
Pemandangan Tipang, di Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, tempat awal penyebaran Marga Nababan di tepi Danau Toba. (Foto: LOGIC.co.id)

Perjalanan dan Penyebaran Marga Nababan

Dari Tipang, keturunan Nababan mulai berpencar ke berbagai wilayah di Humbang Hasundutan. Borsak Mangatasi, leluhur utama Nababan, memiliki dua putra utama yang menjadi cikal bakal penyebaran marga ini: Sandar Nagodang yang bermukim di Lumbantongatonga, dan Tuan Sirumonggur yang menetap di Sitabotabo. Seiring waktu, keturunan mereka terus berkembang dan menyebar ke berbagai daerah, seperti Hitetano, Toba, dan wilayah lainnya di Sumatera Utara.

Advertisement
Baca Juga:  Sejarah Partangiangan Borsak Mangatasi Nababan

Penyebaran Marga Nababan semakin meluas sejak masa revolusi kemerdekaan Indonesia, ketika banyak keluarga Batak Toba bermigrasi ke luar Sumatera Utara untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Kini, komunitas Nababan dapat ditemukan di berbagai penjuru Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri. Di Siborong-borong, salah satu pusat historis Marga Nababan, masih dapat ditemukan tugu-tugu makam nenek moyang yang menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur. Tugu-tugu ini seringkali lebih besar dari rumah-rumah warga sekitar, mencerminkan nilai budaya Batak dalam mengenang leluhur.

Borsak Mangatasi Nababan
Makam Borsak Mangatasi di Siborong-borong, Sumatera Utara, leluhur utama Marga Nababan dalam tradisi Batak Toba. (Foto: LOGIC.co.id)
Tugu Op Rajanauli Nababan
Tugu Op. Rajanauli Nababan di Siborong-borong, Sumatera Utara, simbol penghormatan kepada leluhur Marga Nababan. (Foto:LOGIC.co.id)

Tradisi dan Budaya Marga Nababan

Salah satu tradisi penting dalam Marga Nababan adalah tarombo, yaitu kegiatan menelusuri silsilah keluarga untuk mengetahui garis keturunan. Dalam budaya Batak Toba, mengetahui tarombo sangat penting untuk menentukan hubungan kekerabatan dan sapaan yang tepat saat bertemu dengan sesama Nababan atau marga lain dari keturunan Raja Sumba. Misalnya, seseorang yang merupakan Nababan generasi ke-19 akan menggunakan sapaan tertentu saat bertemu dengan Nababan dari generasi yang lebih tua atau lebih muda.

Selain itu, Marga Nababan memiliki tradisi partangiangan yang diadakan setiap tanggal 13 Oktober sejak tahun 1955. Tradisi ini berawal dari keprihatinan para tetua Nababan di Bona Pasogit, Siborong-borong, yang merasa marga mereka tertinggal dalam hal pendidikan dan kemajuan dibandingkan marga lain. Partangiangan menjadi momen untuk mempererat tali persaudaraan, mengenang sejarah, dan mendorong generasi muda Nababan untuk terus maju. Pepatah Batak yang sering digaungkan dalam acara ini adalah, “Marsitungkol-tungkolan songon suhat di robean, Marsiamin-aminan songon lampak ni gaol,” yang berarti saling menopang dan mengasihi dalam persaudaraan, bukan karena harta atau kejayaan, melainkan karena kasih.

Partangiangan Nababan
Tradisi Partangiangan Marga Nababan pada 13 Oktober, momen persatuan dan pengenangan leluhur di Siborong-borong. Victoria Br. Tompul (kiri), Theophulus Nababan (tengah), Lingse Br, Tompul (Oppu Poibe Nababan/Sijabujabu) (kanan): Penggagas Pertama Partangiangan Borsak Mangatasi Nababan, Boru & Bere di Siborong-Borong, Tapanuli Utara, pada (13/10/1955). (Foto: LOGIC.co.id)

Tambak Singa, yang terletak di Siantar, Sumatera Utara, juga menjadi simbol persatuan Marga Nababan. Dibangun oleh Op. Domi Raja (generasi ke-5 Nababan), tambak ini mewakili lima tambak lainnya dan menjadi tempat pelestarian tradisi adat serta silaturahmi antar-anggota marga.

Baca Juga:  Sejarah Partangiangan Borsak Mangatasi Nababan
Tambak Singa
Tambak Singa di Siantar, Sumatera Utara, atau lebih dikenal dengan nama Tambak Op. Domi Raja (Nababan Generasi ke -5), simbol persatuan Marga Nababan, dinamakan Tambak Singa karena hasil kesepakatan Penatua Marga Nababan bahwa Tambak tersebut mewakili 5 Tambak Ompu lainnya, yaitu : 1. Borsak Mangatasi, 2. Siantar Julu, 3. Siantar Jae, 4. Tuan Sisogosogo dan 5. Op. Domi Raja. (Foto: LOGIC.co.id)
Makam Op Domi Raja Nababan
Makam Op. Domi Raja di Siborong-borong, Sumatera Utara, tokoh generasi ke-5 Nababan yang membangun Tambak Singa. (Foto: LOGIC.co.id)

Perubahan Status Kekerabatan

Pada masa lalu, Nababan, Silaban, Lumbantoruan, dan Hutasoit dikenal sebagai marga yang mardongan tubu (bersaudara) karena berasal dari Toga Sihombing. Namun, seiring waktu, para tetua dari keempat marga ini membuat kesepakatan yang dikenal sebagai marsiboru-boruan atau marhula-boruan. Kesepakatan ini memungkinkan keturunan mereka untuk saling menikah (marsiolian), sehingga status mardongan tubu dihapuskan. Langkah ini diambil untuk mempermudah pernikahan antar-keturunan, mengingat sulitnya mencari jodoh pada masa itu jika hanya terbatas pada marga yang tidak bersaudara.

Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan

Seiring perkembangan zaman, Marga Nababan menghadapi tantangan dalam menjaga kebersamaan dan kasih antar-anggota keluarga. Banyak yang merasa hubungan kekerabatan mulai memudar, sebagaimana diungkapkan dalam pepatah modern, “Siapa lo, siapa gue.” Padahal, semangat persatuan dan saling mendukung adalah inti dari budaya Batak yang harus terus dilestarikan.

Namun, Marga Nababan juga telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Banyak tokoh Nababan yang sukses di berbagai bidang, seperti politik, pendidikan, dan kepolisian. Beberapa nama terkenal termasuk Sukur Nababan (Anggota DPR RI 2009-sekarang), Putra Nababan (Anggota DPR RI 2019-sekarang), dan Tornagogo Sihombing Nababan (Kapolda Kepulauan Bangka Belitung 2023-sekarang). Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa Marga Nababan mampu beradaptasi dan berkembang di tengah modernisasi.

Mengapa Sejarah Marga Nababan Penting untuk Diketahui?

Mengetahui sejarah Marga Nababan bukan hanya sekadar mengenal asal-usul, tetapi juga memahami nilai-nilai budaya yang telah diwariskan. Bagi generasi muda, ini adalah cara untuk menghargai identitas dan mempererat tali persaudaraan. Seperti kata pepatah, “Siapa yang mengabaikan sejarah, suatu saat ia bisa tergilas oleh sejarah.” Dengan memahami tarombo dan tradisi seperti partangiangan, generasi Nababan masa kini dapat terus melangkah maju tanpa melupakan akar budayanya.

 

Simak Breaking News nasional dan internasional pilihan terbaik langsung di ponselmu. Ikuti WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029Vb4FeCF0QeapYGGs0y0r