Iklan - Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Berita  

Dirut Pertamina Oplos BBM Pertalite jadi Pertamax, Negara Rugi Rp 193,7 Triliun

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah, Selasa (25/2/2025). (Foto: LOGIC.co.id)

Jakarta, LOGIC.co.id – Korupsi raksasa mengguncang Pertamina! Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama enam tersangka lainnya resmi ditahan Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Modusnya? Minyak dalam negeri disabotase, BBM dioplos, dan impor dikendalikan mafia energi demi keuntungan pribadi.

Kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun, menjadikan kasus ini sebagai salah satu skandal korupsi BBM terbesar dalam sejarah Indonesia.

Advertisement

Dirut Pertamina Patra Niaga dan Persekongkolan Jahat

Selain Riva, Kejagung juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni:

  • Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional)
  • Yoko Firnandi (CEO PT Pertamina International Shipping)
  • Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional)
  • Muhammad Kerry Andrianto Riza (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa)
  • Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim)
  • Gading Ramadan Joede (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak)

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa ketiga direktur Sub Holding Pertamina secara sengaja mengatur strategi untuk menurunkan produksi kilang minyak dalam negeri, sehingga kebutuhan BBM dipenuhi melalui impor.

Baca Juga:  Terlibat Korupsi, Mantan Kepala Bank of China Divonis Hukuman Mati dengan Penangguhan

“Minyak mentah yang seharusnya bisa diproduksi di dalam negeri malah diimpor. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pemufakatan jahat yang sudah direncanakan!” tegas Qohar, Senin (24/2/2025).

Advertisement

Padahal, harga minyak mentah dalam negeri masih dalam batas harga wajar. Namun, Pertamina berdalih bahwa spesifikasi minyak lokal tidak sesuai dengan kebutuhan kilang, padahal kenyataannya minyak tersebut bisa diolah.

Modus Kejahatan: Oplosan BBM Hingga Mark Up Impor

Salah satu tindakan paling mengejutkan dalam skandal ini adalah praktik pengoplosan BBM.

  • Riva Siahaan membeli Ron 90 (Pertalite) namun melaporkannya sebagai Ron 92 (Pertamax). Setelah itu, Pertalite dioplos di depo untuk menyerupai Pertamax sebelum dijual ke masyarakat dengan harga lebih mahal.
  • Yoko Firnandi memainkan peran dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang dengan markup harga sebesar 13%-15%, yang memberikan keuntungan fantastis bagi broker seperti Kerry Andrianto Riza.

Akibat permainan kotor ini, harga dasar yang dijadikan patokan dalam penentuan Harga Indeks Pasar (HIP) BBM meningkat drastis, menyebabkan rakyat harus membayar BBM dengan harga lebih tinggi.

Tak hanya itu, Kejagung menemukan bahwa regulasi Peraturan Menteri ESDM No. 42 Tahun 2018 dimanfaatkan sebagai celah bagi broker untuk bermain. Aturan ini sebenarnya mewajibkan KKKS menawarkan minyak mentah mereka ke Pertamina sebelum diekspor. Namun, Pertamina sengaja menolak minyak dalam negeri, memberi jalan bagi broker untuk menjualnya ke luar negeri dan mengimpor minyak yang lebih mahal sebagai gantinya.

Baca Juga:  Skandal Gila! BBM Disulap, Negara Rugi Rp 193,7 Triliun dalam Korupsi Pertamina

“Dampaknya? Impor BBM semakin besar, harga BBM meroket, dan rakyat yang harus menanggung akibatnya!” tambah Qohar.

Rincian Kerugian Negara: Rp 193,7 Triliun Melayang!

Kerugian akibat skandal korupsi ini berasal dari berbagai sumber, di antaranya:

  • Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri: Rp 35 triliun
  • Kerugian akibat impor minyak mentah melalui broker: Rp 2,7 triliun
  • Kerugian dari impor BBM: Rp 9 triliun
  • Pemberian kompensasi energi pada 2023: Rp 126 triliun
  • Pemberian subsidi BBM pada 2023: Rp 21 triliun

Kini, ketujuh tersangka telah resmi ditahan selama 20 hari sejak 24 Februari 2025. Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Simak Breaking News nasional dan internasional pilihan terbaik langsung di ponselmu. Ikuti WhatsApp Channel kami: https://whatsapp.com/channel/0029Vb4FeCF0QeapYGGs0y0r