Jakarta, LOGIC.co.id – Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengambil langkah tegas terkait polemik study tour di sekolah. Ia menegaskan akan memberi sanksi berat bagi kepala sekolah yang tetap memaksakan agenda tersebut setelah dirinya resmi dilantik pada 20 Februari 2025.
“Saya akan membuat surat edaran, dan di dalamnya, bagi sekolah, guru, atau kepala sekolah yang tetap memaksakan kegiatan study tour, kami akan memberikan sanksi tegas. Anda adalah ASN yang terikat dengan peraturan,” ujar Dedi kepada Kompas.com, Senin (17/2/2025).
Menurutnya, kebijakan ini bersifat universal untuk semua sekolah. Jika satu sekolah diperbolehkan menggelar study tour, maka sekolah lain akan ikut-ikutan dan menimbulkan masalah baru.
Kontroversi Pelarangan Study Tour ke Bali
Dedi Mulyadi mendapat kritik dari komite sekolah SMA Negeri di Depok yang keberatan dengan pelarangan study tour ke Bali. Sebelumnya, ia meminta sekolah tersebut untuk menunda atau membatalkan kegiatan tersebut.
“Ada komite sekolah yang mengatakan ucapan saya tidak tepat terkait informasi biaya yang dibayarkan,” ungkap Dedi melalui akun TikTok resminya, yang kemudian dikonfirmasi ulang oleh Kompas.com.
Dalam perhitungannya, biaya study tour ke Bali mencapai Rp3,5 juta per siswa. Jika ditambah dengan uang jajan dan biaya lainnya, total pengeluaran bisa menyentuh Rp4,5 juta hingga Rp5,5 juta per siswa. Angka ini disebutnya berdasarkan informasi dari media lokal di Depok.
Namun, yang mengejutkan, komite sekolah justru menyebut biaya tersebut tidak terlalu mahal, berbeda dengan orang tua di daerah lain yang mengeluhkan study tour sebagai beban finansial.
“PPKN Harus ke Bali?” Sindiran Tajam Dedi Mulyadi
Salah satu alasan yang diajukan oleh komite sekolah adalah study tour sebagai bagian dari mata pelajaran PPKN. Namun, Dedi menanggapinya dengan sindiran tajam.
“Saya terima kasih juga (telah dikritik), karena ini orang tua dan komite sekolah yang sangat peduli pada siswa-siswanya untuk mendapatkan ‘pelajaran berharga’ di Bali. Terutama di bidang PPKN. Keren banget,” ucap Dedi dengan nada sarkastik.
Menurutnya, pelajaran PPKN tidak harus dilakukan dengan perjalanan jauh. Banyak nilai kebangsaan dan sosial yang bisa dipelajari di lingkungan sendiri.
“Membantu orang tua beresin rumah, itu PPKN. Berkunjung ke tetangga yang mungkin tidak punya beras, itu juga PPKN,” jelasnya.
Dedi mencontohkan, siswa Depok bisa mempelajari sejarah dan budaya setempat, seperti asal-usul sebutan ‘Belanda Depok’, warisan leluhur, hingga dampak alih fungsi setu-setu bagi ekonomi dan lingkungan sekitar.
Orang Tua Boleh Ajak Anak ke Bali, Tapi Jangan Pakai Nama Sekolah!
Dedi menegaskan bahwa jika orang tua ingin tetap mengajak anak mereka berwisata ke Bali, hal itu diperbolehkan. Namun, sebaiknya dilakukan secara pribadi tanpa membawa nama sekolah.
“Silakan, dampingi anak-anaknya ke Bali. Tapi jangan bawa nama sekolah,” katanya.
Begitu pula dengan guru. Ia menegaskan, jika guru ingin berlibur ke Bali, mereka harus menanggung biaya sendiri. Jika ada guru ASN yang menerima fasilitas transportasi dari orang tua siswa, hal itu melanggar undang-undang.
Pentingnya Keadilan untuk Semua Sekolah di Jawa Barat
Menurut Dedi, kebijakannya ini bukan hanya ditujukan untuk satu sekolah di Depok, tetapi juga mempertimbangkan ratusan sekolah lain di Jawa Barat yang mungkin tidak mampu membiayai study tour.
“Yang saya pikirkan bukan hanya SMA di Depok yang orang tuanya kaya raya, tapi juga sekolah-sekolah lain di Garut, Ciamis, Purwakarta, Subang, Majalengka, dan Cirebon,” jelasnya.
Dedi menekankan bahwa masih banyak orang tua siswa yang harus berutang ke sana kemari demi membiayai study tour anaknya.
“Oleh karena itu, saya bersikap seperti ini, karena saya sebentar lagi menjadi Gubernur Jawa Barat,” tegasnya.
Dengan langkah tegas ini, Dedi Mulyadi tampaknya ingin memastikan keadilan bagi seluruh siswa di Jawa Barat, tanpa ada tekanan ekonomi hanya demi sebuah study tour. Namun, apakah kebijakan ini akan mendapat dukungan luas atau justru memicu gelombang protes? Waktu yang akan menjawab.