Palangka Raya, LOGIC.co.id – Brigadir Anton Kurniawan Stiyanto (AKS), tersangka dalam kasus penembakan di Kalimantan Tengah, diduga mengancam saksi kunci, Muhammad Haryono (MH), saat keduanya berada di Rutan Kelas II A Palangka Raya. Peristiwa ini disebut terjadi saat malam pertama tarawih Ramadan.
Kuasa hukum MH, Parlin Bayu Hutabarat, mengungkapkan bahwa AKS berusaha mendekati kliennya dan meminta agar MH mengikuti skenario tertentu yang telah disusunnya.
“Pada malam tarawih pertama, MH dan Anton bertemu. Anton berusaha memeluk MH, tetapi dia menolak. Kemudian Anton meminta MH agar mengikuti skenario yang telah ia buat. Ini jelas merupakan bentuk intervensi,” ujar Parlin, Kamis (6/3/2025).
Ancaman Keselamatan, MH Diminta Dipindahkan
Merasa terancam, pihak kuasa hukum MH mendesak agar kliennya dipindahkan ke blok tahanan yang lebih aman.
“Hari ini mungkin hanya kontak fisik, tapi besok bisa lebih dari itu. MH merasa terancam,” tegas Parlin.
Sebagai justice collaborator (JC) yang berperan dalam mengungkap kasus ini, MH menghadapi risiko tinggi. Oleh karena itu, Parlin meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun tangan untuk memastikan keselamatan kliennya.
Pengacara AKS Bantah Tuduhan Intervensi
Di sisi lain, kuasa hukum AKS, Suriansyah Halim, membantah klaim tersebut dan menilai tuduhan itu tidak masuk akal.
“Pernyataan pengacara MH bahwa klien saya berusaha memeluk dan membisikkan skenario, menurut saya, itu tidak masuk akal,” kata Halim.
Ia juga menyarankan agar wartawan meminta keterangan langsung dari pegawai rutan untuk mengecek kebenaran klaim tersebut.
MH, Saksi Kunci Kasus Penembakan Sopir Ekspedisi
Kasus ini bermula pada 27 November 2024, ketika Brigadir Anton diduga menembak mati seorang sopir ekspedisi asal Banjarmasin, Budiman Arisandi, yang saat itu duduk di sebelah MH dalam mobil Daihatsu Sigra milik Anton.
MH, yang merupakan sopir taksi daring yang sering disewa Anton, menjadi saksi mata peristiwa tersebut. Ia kemudian melaporkan kejadian itu ke Jatanras Polresta Palangka Raya pada 10 Desember 2024.
Sebagai akibat dari kasus ini, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda Kalteng menjatuhkan sanksi berat kepada Anton dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) pada 16 Desember 2024.
Parlin menegaskan bahwa keselamatan MH sebagai saksi kunci harus diprioritaskan.
“Jika terjadi sesuatu pada MH, siapa yang akan bertanggung jawab?” pungkasnya.